Para Haenyeo, Penyelam Perempuan dari Jeju yang Menyelam Tanpa Masker Oksigen

Senin, 05 Februari 2024 19:30 WIB | 67 kali
Para Haenyeo, Penyelam Perempuan dari Jeju yang Menyelam Tanpa Masker Oksigen

Ilustrasi haenyeo, para penyelam perempuan dari Pulau Jeju, Korsel. Foto: net

MARIKITABACA.ID -- Ladies, jika kamu pernah menonton drama Korea "Our Blues" atau "Welcome to Samdal-Ri", kamu pasti sudah tidak asing lagi dengan istilah haenyeo. Ya, haenyeo adalah komunitas penyelam perempuan dari Pulau Jeju, Korea Selatan, yang menyelam untuk menangkap hasil-hasil laut sebagai mata pencaharian mereka.

Haenyeo sendiri bermakna sea women atau perempuan laut. Komunitas ini terdiri dari perempuan berbagai usia, bahkan hingga mereka yang sudah lanjut usia.

Mereka menyelam hingga kedalaman 10 meter tanpa menggunakan alat bantu selam seperti masker, atau tabung oksigen, dan bermodalkan kekuatan napas. Nah, kegiatan menyelam yang haenyeo lakukan ini disebut sebagai mul-jil. Disadur dari KumparanWOMAN yang melansir Visit Jeju, ketika para haenyeo naik ke permukaan untuk mengambil napas, mereka menghasilkan suara unik yang dinamakan sumbisori.

Para haenyeo menangkap hasil-hasil laut seperti kerang abalon, bulu babi, hingga rumput laut. Disebutkan situs resmi Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) PBB, tangkapan laut itu kemudian dijual oleh para haenyeo. Sisa dari hasil tangkapan tersebut juga bisa dikonsumsi langsung oleh keluarga mereka.

Pekerjaan haenyeo tergolong berat, bahkan tak jarang bisa mengancam nyawa. Masih dari Visit Jeju, biota laut yang berbahaya seperti ubur-ubur beracun bisa membahayakan nyawa para haenyeo. Kemudian, jika alat bitchang yang digunakan mengalami malfungsi, haenyeo bisa tertahan dan tak bisa naik ke permukaan untuk mengambil napas.


Yang dibawa dan dikenakan para haenyeo

Disadur situs resmi UNESCO, setiap hari, haenyeo menyelam dan menangkap hasil laut selama tujuh jam. Panen ini berlangsung selama 90 hari dalam satu tahun. Saat menyelam, mereka membawa alat bernama tewak yang terdiri dari pelampung, dan jaring-jaring untuk menyimpan hasil tangkapan mereka. Mereka juga menggunakan alat untuk mengambil hasil laut dari bebatuan di dasar laut yang bernama bitchang, kkakkuri, dan golgaengi.

Tradisi oleh haenyeo ini tercatat sudah dilakukan sejak berabad-abad lalu, sekitar 1629 silam. Menurut Divers O’Clock, sebelum adanya baju selam atau wetsuit, para haenyeo menyelam hanya dengan mengenakan baju yang terbuat dari katun. Busana para haenyeo disebut mulot, atau “baju air”. Baju atasan mereka disebut muljeoksam, celana mereka bernama mulsojoongi, dan penutup kepala disebut mulsoogeon.

Kini, para haenyeo sudah mengenakan baju selam khusus lengkap dengan penutup kepala dan diving fin atau kaki katak.

Ritual dan tingkatan haenyeo

Sebelum para haenyeo menyelam, mereka melakukan ritual doa kepada dewi laut, Jamsugut, untuk memberkahi mereka dengan keselamatan dan tangkapan yang berlimpah. Para haenyeo juga menciptakan altar untuk menghormati dewi laut yang bernama haesindang.

Terdapat tiga tingkatan haenyeo sesuai dengan kemampuan, pengalaman, karakter, dan usia para perempuan. Dikutip dari situs resmi FAO, tiga tingkatan tersebut adalah sanggun (tingkat atas), junggun (tingkat menengah), dan hagun (tingkat bawah).

Haenyeo yang sudah berada di tingkat atas atau sanggun menjadi pemimpin dari komunitas haenyeo setempat. Tak hanya harus memiliki kemampuan menyelam dan menangkap yang baik, mereka juga harus punya kemampuan prediksi cuaca yang akurat. Bahkan, menurut Visit Jeju, para sanggun bisa memprediksi cuaca hanya dengan mendengarkan suara ombak laut.

Haenyeo memberdayakan perempuan dan melestarikan lingkungan Haenyeo tercatat dalam warisan budaya tak benda UNESCO sejak 2016, lalu berkat pemberdayaan perempuan, perayaan resiliensi perempuan, dan mempromosikan penangkapan hasil laut yang ramah lingkungan.

Komunitas haenyeo menentukan jam kerja, hari kerja, dan ukuran minimal tangkapan laut yang dikumpulkan. Bahkan, alat-alat yang dipakai harus disetujui terlebih dahulu oleh komunitas. Kearifan lokal ini mendukung para haenyeo dalam menangkap hasil laut tanpa merusak ekosistem dan melestarikan penangkapan hasil laut yang berkelanjutan.

Budaya ini terus dilestarikan lewat berbagai bentuk, mulai dari mewariskan ilmunya secara turun-temurun hingga dibukanya The Haenyeo School dan Haenyeo Museum di Jeju.


#GayaHidup #Perempuan #Haenyeo #Korea #UNESCO

------------------



Yuk Bagikan :

Baca Juga

Buang Racun dengan Berpuasa
Selasa, 26 Maret 2024 15:03 WIB
Satu Miliar Orang di Dunia Mengalami Obesitas
Selasa, 26 Maret 2024 09:48 WIB
Terbangun Malam Hari di Waktu yang Sama
Jum'at, 22 Maret 2024 09:35 WIB
Terlalu Lama Duduk, Ada Umur yang Hilang
Kamis, 21 Maret 2024 10:03 WIB