Ketidakadilan Bagi Haji Suwandi

Senin, 05 Agustus 2024 14:40 WIB | 1.867 kali
Ketidakadilan Bagi Haji Suwandi

Proses ganti rugi tanah pribadi milik H. Suwandi Saknan yang terdampak proyek pembangunan talud di kawasan pantai Kebang Kemilau, Kelurahan Arung Dalam, Kecamatan Koba, hingga kini tak kunjung dibayarkan dan terus dijanjikan Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah (Pemkab Bateng).

BANGKA TENGAH, MARKICA - Pasalnya, berdasarkan nomor kontrak HK.02.03/KONST/Bws23.8.4/2022 proyek bernilai fantastis Rp 66.333.333.535.33 miliar itu dikerjakan PT Wakita-PT Cakra, Kso bersumber dari dana APBN pada tahun 2022 lalu menyisakan problem dan ketidakadilan bagi H. Suwandi Saknan.

H. Suwandi Saknan mengatakan, selama 2 tahun berjalan pasca proyek tersebut selesai dilaksanakan, namun proses ganti rugi tanah miliknya sampai saat ini tidak ada kejelasan.

Bahkan ketika dirinya beberapa waktu lalu meminta klarifikasi dan berkomunikasi ke Kabid Pariwisata Pemkab Bateng justru mendapatkan jawaban tak mengenakan.

"Terus terang saya kaget malah saya diminta melakukan PTUN Pemkab Bateng. Setelah mendengar jawaban itu dengan bantuan beberapa lawyer saya akan mengambil langkah hukum guna memperjuangkan keadilan dan hak saya selama ini," ujarnya.

H. Suwandi mengungkapkan, dirinya merasa kecewa dan sangat keberatan dengan janji Pemkab Bateng, yang tak kunjung melakukan pembayaran ganti rugi tanah pribadi miliknya. Padahal sejak tahun 2022 lalu saya telah mengajukan protes dan keberatan kepada pihak Pemkab Bateng," terangnya.

H. Suwandi menjelaskan, bahwa tanah miliknya yang terdampak proyek pembangunan talud di Kelurahan Arung Dalam seluas 3.450 meter persegi itu memiliki legalitas yang sah dimata hukum. Sehingga, berdasarkan surat Lurah Arung Dalam, nomor 199/SPPHAT/I/2006 tanggal 03 Januari 2006 dan diketahui Camat Koba nomor 594/02/01/2006 tertanggal 04 Januari 2006.

Selain itu, sebidang tanah miliknya juga turut menjadi imbas dengan luas 3844 meter persegi, berdasarkan surat Lurah Arung Dalam tangga 29 Desember 2006 dan diketahui camat dengan Nomor surat 594/584/01/2005 tertanggal 31 Desember 2005.

"Bayangkan saja tanah yang kita beli secara sah, tiba-tiba tanpa seizin dan pemberitahuan terlebih dahulu lantas dipakai, diambil paksa, dipergunakan tanpa izin dari pemilik kemudian saya diminta untuk diam dan tunduk. Ini bentuk penindasan dan ketidakadilan," tuturnya.

H. Suwandi menegaskan, sampai saat ini dirinya akan terus berjuang keras untuk menuntut haknya yang dirampas secara paksa oleh pihak-pihak berkepentingan. Sehingga apa yang menjadi hak dirinya dibayarkan dan dikembalikan dengan penuh kejelasan.

"Saya sudah mencoba berkomunikasi secara baik-baik kepada Pemkab Bateng Khususnya Bupati Algafry Rahman mengenai kejelasan pembayaran ganti rugi yang selama ini dijanjikan. Namun sampai hari ini saya terus dijanjikan tanpa ada kepastian, jadi saya meminta birokrasi di Kabupaten Bateng betul-betul pro rakyat jangan dipermainkan," tegasnya.

Dirinya pun meminta supaya tim appraisal kembali melakukan peninjauan kembali karena dinilai tidak sesuai. Pasalnya tanah milik dirinya termasuk tanah yang sangat strategis berada dijalan utama protokol dan dapat ditaksir lebih oleh masyarakat. 

"Saya meminta agar appraisal melakukan tinjauan kembali soal nilai yang harus dihitung dalam tanah saya yang terdampak. Kalau yang ditentukan itu harus merujuk pada harga per meter  saat ini. Sebagai warga negara Indonesia saya menuntut keadilan yang seadil-adilnya agar ganti rugi tanah saya dibayarkan dalam waktu dekat, cukup jangan ada lagi korban selain saya," pungkasnya.

Penulis: Vega. A



Yuk Bagikan :

Baca Juga

"Tumbal" Tambang Tembelok Itu Omong Kosong
Rabu, 09 Oktober 2024 12:23 WIB
Ada Mafia Tanah di Bekas Koba Tin?
Jum'at, 20 September 2024 17:57 WIB
Jessica Wongso Bebas!
Minggu, 18 Agustus 2024 03:27 WIB