foto: PT. Timah
JAKARTA, MARIKITABACA.ID — Kejaksaan Agung menetapkan lagi seorang tersangka dalam kasus dugaan korupsi penambangan timah di wilayah izin usaha pertambangan atau IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022. Dari verifikasi lapangan yang dilakukan ahli, kegiatan penambangan tersebut telah menyebabkan kerusakan lingkungan hidup yang nilainya mencapai Rp 271 triliun.
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi, dalam jumpa pers, Senin (19/2/2024), mengatakan, penyidik kembali menetapkan seorang tersangka berinisial RL (Rosalina). Yang bersangkutan adalah General Manager PT Tinindo Inter Nusa (PT TIN) yang berada di Kota Pangkal Pinang.
Dalam jabatannya tersebut, tersangka RL telah menandatangani kontrak kerja sama yang dibuat bersama Mochtar Riza Pahlevi Tabrani alias Riza selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021 dan Emil Ermindra selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018. Mochtar dan Emil sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut. Tersangka RL merupakan tersangka ke-10 dalam kasus tersebut.
”Dalam rangka untuk mengakomodasi perjanjian tersebut, saudara RL melakukan kegiatan pengumpulan bijih timah yang di-cover dengan pembentukan perusahaan boneka yang dipergunakan oleh saudara RL untuk mengakomodasi pengumpulan bijih timah,” tutur Kuntadi.
Tersangka RL disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Yang bersangkutan langsung ditahan penyidik di Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu Jakarta.
Kerugian negara
Pada kesempatan itu, penyidik menghadirkan akademisi dari Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, Bambang Hero Saharjo. Bambang merupakan saksi ahli dalam kasus tersebut.
Bambang menyampaikan temuan dan foto dari penelusuran lapangan di lokasi penambangan di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang kini menjadi obyek penyidikan Kejagung. Hasil penelusuran lapangan tersebut dianalisis menggunakan data satelit dalam kurun waktu tertentu, yakni sejak 2015.
Dalam paparannya, Bambang menyampaikan bahwa kegiatan penambangan timah tersebut belum dilakukan pada Februari 2015. Namun, pada Mei 2016, kegiatan penambangan sudah ada. Dari pemetaan, terdapat tambang yang dibuka di wilayah IUP PT Timah Tbk, tetapi ada pula yang dibuka di luar kawasan IUP tersebut, termasuk di kawasan hutan.
Total luas tambang timah tersebut adalah 170.363,547 hektar. Dari jumlah itu, yang memiliki IUP adalah 88.900,462 hektar dan yang non-IUP adalah 81.462,602 hektar.
Dari jumlah itu, kata Bambang, pihaknya menghitung kerugian akibat rusaknya lingkungan baik di kawasan hutan maupun non-kawasan hutan berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup.
Kerugian tersebut terbagi menjadi kerugian lingkungan ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan lingkungan. ”Total kerugian kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 271.069.688.018.700,” kata Bambang.
Pengawasan
Menurut Kuntadi, dari penelusuran lapangan dan analisis satelit, tampak bahwa tambang timah dalam kasus tersebut telah masuk ke kawasan hutan. Angka yang disampaikan tersebut baru merupakan kerugian perekonomian negara, belum termasuk kerugian keuangan negara.
”Bekas area tambang yang seharusnya dipulihkan ternyata sama sekali tidak dipulihkan dan ditinggalkan begitu saja sehingga meninggalkan lubang yang begitu besar,” kata Kuntadi.
Ketika ditanya tentang pengawasan lingkungan hidup dari pemerintah yang berwenang untuk itu, kata Kuntadi, hal itu masih didalami. Terdapat dua kemungkinan terkait hal itu, yakni yang terjadi adalah pembiaran atau justru terjadi permufakatan jahat di dalamnya.
Kuntadi memastikan, pihaknya tidak akan ragu untuk meminta keterangan dari pemerintah selaku regulator sepanjang dianggap perlu. ”Sejauh ini kami baru menyentuh pejabat di lingkungan PT Timah. Tentu kami akan mengevaluasi bagaimana dengan regulator. Tunggu saja,” ujarnya.
sumber: kompas.com