Jakarta - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengingatkan pentingnya keluarga, utamanya orang tua untuk menurunkan dan mentransformasikan nilai-nilai luhur kepada anak-anaknya.
“Saya sering sampaikan bahwa keluarga itu kehilangan kemampuan untuk mentransformasikan nilai-nilai luhur dari orang tua kepada anaknya. Sementara eranya sudah baru, membutuhkan cara baru, tapi orang tua kita belum pegang cara yang baru itu," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Hal tersebut disampaikan Hasto saat menerima audiensi Ikatan Sosiologi Indonesia (ISI) di kantor BKKBN pusat, Jakarta.
Menurutnya, orang tua masa kini belum ada yang mengajarkan pentingnya mentransformasikan nilai-nilai luhur bangsa kepada anak di era yang serba baru ini.
"Perubahan yang terjadi di masyarakat ternyata terjadi lebih cepat dibandingkan perubahan yang terjadi di dalam keluarga itu sendiri, sehingga banyak orang tua tidak bisa mengikuti terpaan informasi yang diterima anak-anaknya," katanya.
Menurutnya, suatu bangsa bisa putus nilai luhur dan karakternya, jika nilai-nilai kebangsaannya juga bergeser.
"Kita bisa kehilangan jati diri bangsa, maka untuk mengatasi pergeseran nilai-nilai luhur pada generasi berikutnya, masyarakat harus berusaha menciptakan pendekatan baru, sehingga ekosistem juga berubah," katanya.
Hasto juga membahas survei yang dilakukan secara daring oleh BKKBN pada tahun 2020 terkait kondisi keluarga pada masa pandemi COVID-19 yang melibatkan 20.680 responden.
Hasilnya menunjukkan, peran istri lebih dominan dalam memberikan pengaruh kepada anggota keluarga.
“Mengingatkan hidup sehat sampai ibadah, peran istri lebih dominan. Suami hanya dominan mengingatkan anggota keluarga tentang berpikir positif," kata Hasto.
Dari hasil survei tersebut, Hasto juga menyimpulkan bahwa banyak keluarga di negara ini yang sangat dipengaruhi oleh peran istri.
"Namun, banyak keluarga juga tetap saling mendukung karena memiliki nilai-nilai budaya yang tinggi, punya nilai-nilai dasar Pancasila yang sebenarnya merasuk juga di dalam keluarga," katanya.
Sementara itu, Ketua Ikatan Sosiolog Indonesia Arie Sujito mengatakan bahwa para pakar sosiologi yang jaringannya terdapat di seluruh Indonesia juga sangat memperhatikan kualitas keluarga. Untuk itu, ISI berkomitmen mendukung BKKBN dalam program-program ketahanan keluarga.
"Apalagi keluarga mempunyai peran besar dalam kesehatan mental anak-anak mahasiswa," kata Arie.
Arie menyebutkan, selama ini semakin banyak mahasiswa yang mengalami perasaan atau pikiran bunuh diri (suicidal thoughts).
"Salah satu faktornya menunjukkan bahwa keluarga juga punya peran, dan sebetulnya tidak semata-mata -akibat permasalahan- kuliah," kata Arie.
Ia juga menegaskan bahwa keluarga butuh reformasi, begitu juga kampus yang harus turut beradaptasi, tidak melulu berbicara tentang infrastruktur, tetapi juga terkait persoalan kualitas sumber daya manusia.
"Kalau ada perubahan dimensi baru, maka perubahan cara berkomunikasi itu juga penting, dan kampus mau tidak mau mengadaptasi itu," katanya.
Audiensi ini juga menjadi ajang diskusi ISI dan BKKBN untuk berkolaborasi tentang pentingnya meningkatkan ketahanan keluarga dan adaptasi keluarga di era perubahan sangat cepat yang terjadi saat ini.