Jakarta - Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari mengatakan bahwa program Kartu Prakerja berhasil memperkuat inklusi keuangan nasional, terutama bagi peserta program yang berasal dari daerah pelosok.
“Jadi, memang terbukti untuk daerah-daerah yang jauh dari Jawa, itu persentasenya (terkait inklusi keuangan) besar,” ujar Denni Puspa Purbasari dalam bincang-bincang bertajuk “Transformasi Digital untuk Mendorong Inklusi Keuangan” di Jakarta, Jumat.
Ia menyatakan bahwa 5.079.700 penerima manfaat Kartu Prakerja baru pertama kali mengakses layanan keuangan formal saat mengikuti program tersebut.
Menurut Survei Evaluasi Prakerja 2020-2023, sekitar 4,6 juta penerima manfaat baru pertama kali memiliki dompet digital (e-wallet), sementara sisanya baru pertama kali membuka rekening bank.
Terdapat lima daerah dengan proporsi jumlah pengguna baru layanan keuangan dan total penerima manfaat per provinsi sama dengan atau lebih dari 40 persen, yakni Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Aceh, dan Bengkulu.
Sementara itu, semua daerah di Pulau Jawa memiliki proporsi di bawah 30 persen dengan proporsi tertinggi di Jawa Timur, yaitu 28 persen, dan terendah di Jakarta, yaitu 15 persen.
Selain meningkatkan jumlah pengguna baru, Denni menuturkan bahwa program Kartu Prakerja juga membantu memperkuat keamanan transaksi keuangan melalui prosedur Know Your Customer (KYC) digital yang bertujuan untuk memverifikasi rekening nasabah.
“Sudah ada 11.169.587 orang penerima manfaat yang ter-KYC,” ucapnya.
Prosedur KYC digital program Kartu Prakerja tersebut terintegrasi dengan enam mitra pembayaran, yaitu dua bank konvensional dan empat e-wallet dan menjadi katalisator penerapan konsep Government-to-Person (G2P) 4.0 yang menggabungkan inklusivitas keuangan dengan teknologi digital.
Denni mengatakan bahwa keberhasilan program Kartu Prakerja dalam meningkatkan inklusi keuangan tersebut adalah karena pemanfaatan teknologi dan ekosistem digital yang memudahkan proses pendaftaran peserta serta penggunaan insentif oleh penerima manfaat.
“Hari ini dan ke depannya, kalau tidak melek digital, akan sulit kita untuk menjadi SDM (sumber daya manusia) yang produktif, adaptif, dan meningkat pendapatannya,” katanya.
Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa adaptasi digital diperlukan untuk dapat memiliki berbagai keahlian digital yang bisa diterapkan dalam menghadapi berbagai tantangan dan ketidakpastian dalam kehidupan sehari-hari, misalnya kehilangan pekerjaan saat pandemi COVID-19 merebak.
Hingga 2023, program Kartu Prakerja yang diimplementasikan sejak 2020 sebagai upaya pemulihan ekonomi nasional dari dampak COVID-19 tersebut telah diikuti oleh 17,5 juta peserta dari 514 kabupaten/kota.