Solihin GP meninggal dunia pada 5 Maret 2024, di usia ke-97. Foto: Ayo Bandung
MARIKITABACA. ID - Diberikannya nama pada setiap jalan di setiap sudut kota bertujuan untuk mengidentifikasi suatu jalan, sehingga dapat dengan mudah dikenali, dan dicantumkan dalam peta jalan.
Biasanya, nama-nama jalan menggunakan nama-nama besar seperti tokoh yang memiliki jasa besar terhadap bangsa, atau daerah tersebut. Contohnya seperti Jenderal Sudirman yang dijadikan nama jalan protokol, atau jalan utama. Ada pula nama seperti Soekarno-Hatta, Jenderal Ahmad Yani, Imam Bonjol, W.R Soepratman, dan lainnya yang dikenal sebagai pahlawan.
Nama-nama pahlawan nasional maupun pahlawan daerah, dan tokoh, juga banyak digunakan sebagai nama jalan di Provinsi Bangka Belitung, di antaranya Jalan Depati Rahat, Jalan Saidan, dan Jalan Kapten Saridin di Belitung. Sedangkan di Pangkalpinang ada Jalan Depati Amir, Jalan Depati Hamzah, dan Jalan Eko Maulana Ali. Ada satu jalan lainnya yang diberikan nama Solihin GP.
Nama tersebut sebagai nama resmi salah satu jalan besar di Pangkalpinang, yang bagi masyarakat setempat lebih dikenal sebagai Jalan Selan. Lalu, siapakah Solihin GP? Bagaimana kiprahnya sehingga dinyatakan sebagai tokoh bangsa, dan juga diabadikan sebagai nama jalan di Pangkalpinang?
Solihin GP, atau bernama lengkap Solihin Gautama Purwanegara, alias Mang Ihin, merupakan seorang pensiunan TNI berpangkat Letnan Jenderal (Letjen) kelahiran 21 Juli 1926. Solihin GP dikabarkan tutup usia pada 5 Maret 2024, di umurnya yang genap 97 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Cikutra, Bandung.
Dikutip dari Neo Historia Indonesia, Solihin GP pernah tercatat sebagai Gubernur Jawa Barat periode 1970-1975. Karir militernya bermula saat mengenyam pendidikan di Sekolah Staf Komandan Angkatan Darat (1954), dilanjutkan US Army Infantry School (1957). Sebelum jadi Gubernur Jawa Barat, Solihin GP menjabat Panglima Kodam XIV/Hasanuddin (1965-1968), dan Gubernur Akabri Umum dan Darat (1968-1970),
Lima tahun menjabat Gubernur Jawa Barat, kemudian Solihin GP ditunjuk sebagai Sekretaris Pengendalian Operasional Pembangunan (1977-1992), anggota Dewan Pertimbangan Agung (1992-1997), dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (1998).
Di luar karir militer dan politiknya, Solihin GP juga dikenal sebagai seorang tokoh budayawan Sunda yang berhasil menjalin chemistry dengan Presiden Soeharto yang sangat Njawani. Soeharto yang terkenal dengan imaji angker di mata banyak penentangnya, bersedia diajak mandi di sungai dan menonton atraksi debus oleh Mang Ihin
Selama menjadi Gubernur, Mang Ihin menjadi rival dari Gubernur Jakarta Ali Sadikin, yang sama sama orang Sunda. Ali Sadikin merasa Jakarta lebih mampu membangun wilayah perbatasan dengan Jawa Barat. Mang Ihin membalas dengan menggalakan pembangunan industri tekstil di Tangeran, Industri Semen di Bekasi dan Taman Safari di Puncak untuk membuktikan Jakarta juga bergantung pada Jawa Barat.
Meski demikian, jabatan Mang Ihin tak diperpanjang karena beliau kerap bersitegang dengan Jenderal (Purn). Amir Machmud, tokoh peristiwa Supersemar yang menjabat sebagai Mendagri.
Selain itu, ketika menjadi Sesdalopbang, Mang Ihin juga menentang penggusuran terhadap Makam Sri Baduga Maharaja alias Prabu Siliwangi di Bukit Badigul, Rancamaya dengan cara mengirim nota protes pada Bupati Bogor. Namun proyek itu tetap berjalan karena Cecep Adireja selaku pemilik lahan yang menjual tanah itu pada pengembang, disebut-sebut dekat dengan Indra Rukmana, menantu Presiden Soeharto.
Rain Sidarta