Hasil Debat Capres Terakhir Dinilai Tidak Terlalu Berpengaruh untuk Pemilih

Rabu, 07 Februari 2024 15:04 WIB | 53 kali
Hasil Debat Capres Terakhir Dinilai Tidak Terlalu Berpengaruh untuk Pemilih

ketiga capres yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo telah menyelesaikan seluruh rangkaian debat capres, usai dilaksanakannya debat capres kelima, pada Sabtu (4/2/2024). Foto : net

JAKARTA, MARIKITABACA.ID - Pemilih cenderung dinilai tidak mengubah pilihannya usai menonton debat terakhir Calon Presiden (Capres) yang digelar, pada Minggu (4/2/2024) malam. Kendati begitu, ruang bagi pemilih untuk mengubah pilihannya tetap terbuka hingga hari pemungutan suara, terutama apabila kandidat atau timnya justru melakukan blunder politik, atau muncul gerakan-gerakan di akar rumput yang masif.

Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI) Delia Wildianti mengatakan, kurang dari 10 hari menjelang pencoblosan ini merupakan momen-momen krusial bagi para kandidat untuk bisa menjaga pemilihnya. Ia melihat, di sisa waktu ini, agak sulit mengubah pilihan pemilih fanatik.

"Rata-rata orang sudah menentukan pilihan. Ada ruang (pemilih mengubah pilihannya), tetapi kayaknya kecil," ujar Delia, seperti disadur dari kompas, Senin (5/2/2024).

Hal ini terekam pula dari hasil jajak pendapat Litbang Kompas yang dilakukan usai debat. Sebagian besar (88 persen) responden mengaku pilihan capresnya masih tetap sama seperti sebelum debat berlangsung.

Pengakuan ini terlihat meningkat sedikit dibandingkan dengan debat keempat yang mempertemukan setiap cawapres. Pada jajak pendapat sebelumnya (21/1/2024), sebanyak 86,4 persen merasa tidak akan mengubah paslon pilihannya setelah menyaksikan debat.

Delia menduga, hal itu juga sudah diperkirakan tim para capres, sehingga capres juga "main aman" selama debat Minggu. Mereka tidak ingin sampai melakukan kesalahan atau selip lidah, yang berefek pada tergerusnya elektabilitas mereka. Ini juga guna menghindari sentimen negatif yang muncul usai debat pamungkas.

"Jadi, ini adalah strategi dari ketiga capres untuk tidak menyerang seperti debat sebelumnya. Untuk menutup, bahwa 'kami damai, baik-baik saja'. Tujuannya, tak lain adalah menarik simpati dari para pemilihnya, ada yang pendekatan secara emosional untuk cari simpati pemilih dengan tidak lagi menyerang, ada juga pendekatan emosional dengan berterima kasih kepada sesama paslon," ucap Delia.

Memang harus diakui, lanjut Delia, dari debat-debat sebelumnya, ada narasi-narasi yang keras dari paslon, tetapi itu justru mendapat kritik dari publik. Sebab, antarkandidat justru kurang mengelaborasi substansi tema.

"Kalau debat terakhir kemarin, kan, sebetulnya secara gimik lebih tidak ada, lebih banyak bicara program, lebih banyak setuju satu sama lain, melanjutkan narasi-narasi yang disampaikan paslon masing-masing, sehingga diskusinya bisa berlanjut dan lebih banyak substansi," tutur Delia.

Menurut Delia, publik memang harus kembali mendudukkan proses debat ini sebagai pendidikan politik. Dengan begitu, penekanannya harus lebih ke program, serta visi dan misi, dibandingkan harus memunculkan gimik-gimik yang tak perlu, sehingga malah menimbulkan sentimen negatif di publik.

Perubahan pilihan pemilih

Delia mengungkapkan, perubahan pilihan bisa terjadi apabila ada blunder politik yang dilakukan oleh paslon atau gerakan-gerakan yang masif di akar rumput. Misalnya, belakangan narasi-narasi mendorong Pemilu 2024 dijalankan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, terus disuarakan oleh para sivitas akademika dan masyarakat sipil.

"Keresahan-keresahan terhadap situasi politik saat ini bisa memengaruhi persepsi para pemilih," katanya.

Di sisi lain, paslon bisa juga menciptakan momentum itu sendiri, misalnya membuat kampanye akbar yang mengundang massa banyak, sehingga menjadi justifikasi ke pemilih lain bahwa mereka memiliki dukungan yang besar.

Lalu juga, paslon bisa semakin menguatkan nilai-nilai yang sudah menjadi visi-misi atau positioning para paslon. Misal, terlihat sekali dari strategi pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dengan sikap sejumlah kubunya yang memilih untuk mundur dari jabatan pemerintahan, begitu pula Mahfud MD.

Spirit rekonsiliasi

Pengajar Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, juga melihat debat kelima dari rangkaian debat Pilpres 2024 ini mengisyaratkan spirit politik rekonsiliasi. Tidak seperti debat-debat sebelumnya yang sarat dengan intensitas serangan panas, debat pamungkas ini justru menunjukkan sejumlah sikap yang cukup simpatik di antara para kontestan.

"Memang ada serangan terkait politisasi distribusi bantuan sosial, isu ketimpangan dan ketidakadilan, serta isu konflik kepentingan. Namun, takaran serangannya tidak sekuat debat-debat sebelumnya. Karena itu, debat pamungkas ini seolah memberikan pesan tentang proses pendinginan atau cooling down, sehingga politik pecah belah tidak berkembang jelang 14 Februari nanti," ujar Umam.

Anies dan Ganjar, menurut Umam, juga kembali menunjukkan kekompakkan, dengan mencoba saling memancing untuk menghantam Prabowo. Namun, penampilan Prabowo kali ini tampaknya lebih siap dibanding debat sebelumnya yang tampak hanya pasrah menikmati serangan rival.

Umam menambahkan, di debat pamungkas ini, sejumlah paslon juga mencoba menggunakan sejumlah narasi dan argumen guna mengonsolidasikan basis dukungan elektoral. Misalnya, Anies sering menggunakan terminologi Jawa, untuk mengonsolidasikan basis pemilih dari segmen Jawa.

"Anies juga beberapa kali menggunakan argumen Islam moderat, yang bisa diarahkan untuk mengonsolidasikan dukungan Nahdliyyin yang saat ini terfragmentasi," kata Umam.

Sementara itu, janji Prabowo untuk membantu keraton-keraton kerajaan dan kesultanan, berpotensi mengonsolidasikan basis pemilih adat dan para raja-raja di tingkat lokal yang juga masih punya pengaruh dan akar sosial-politik di wilayah masing-masing.


sumber : kompas.com

#politik #pemilu2024 #debatcapres #prabowosubianto #aniesbaswedan #ganjarpranowo

---------------------------------



Yuk Bagikan :

Baca Juga