Pemilu di Luar Negeri Membeludak

Senin, 12 Februari 2024 11:45 WIB | 56 kali
Pemilu di Luar Negeri Membeludak

Ilustrasi kotak dan surat suara Pemilu di Indonesia. Foto: net

JAKARTA, MARIKITABACA.ID — Pelaksanaan pemilu di luar negeri diwarnai sejumlah kejadian, mulai dari membeludaknya jumlah pemilih, pelanggaran kampanye, hingga pengiriman surat suara yang salah alamat. Situasi ini menggambarkan betapa kompleksnya sistem pemungutan suara, sekaligus menjadi gambaran pemilu Indonesia di mata internasional.

Pada Minggu (11/2/2024), disadur dari Kompas, terdapat 36 perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang melaksanakan pemilu, seperti Bangkok, Kuala Lumpur, Kota Kinabalu, London, Madrid, Manila, Roma, Tokyo, Singapura, Yangon, Penang, dan Rabat.

Di Kuala Lumpur, antusiasme warga negara Indonesia yang ingin menggunakan hak pilihnya terasa di tempat pemungutan suara (TPS) yang terletak di Gedung World Trade Centre (WTC) Kuala Lumpur. Di tempat ini, terdapat 223 tempat pemungutan suara luar negeri (TPSLN) untuk melayani 222.945 orang yang terdata dalam daftar pemilih tetap.

Sejak pagi, warga negara Indonesia berdesak-desakan dalam antrean ke bilik pemungutan suara. Melonjaknya jumlah pemilih membuat petugas kewalahan mengatur alur berjalan untuk para pemilih.

Direktur Migrant CARE Wahyu Susilo dalam jumpa pers, Minggu (11/2/2024) petang, mengatakan, sebagian pemilih tidak terdata dalam Daftar Pemilih Tetap. ”Mengacu pada aturan, mereka memang boleh memilih pada satu jam sebelum waktu pemilihan habis. Tetapi, saking banyaknya jumlah pemilih, maka mereka sudah boleh memilih sejak pukul 10.00,” kata Wahyu Susilo.

Di Gedung WTC, sebanyak 223 TPSLN dibagi dalam dua lantai. TPSLN 01-139 di lantai 4 dan TPSLN 140-223 berada di lantai 3. Di Kuala Lumpur, untuk pertama kalinya pemilu diadakan di satu tempat. Pada pemilu sebelumnya, TPSLN terbagi di beberapa tempat, seperti di kantor kedutaan besar dan sekolah. Mengingat pemilu dilaksanakan di satu lokasi yang sama, maka kerumunan massa terkonsentrasi pada tempat tersebut. 
”Seharusnya ada manajemen pengaturan massa karena kondisinya sangat padat,” ujarnya.

Semula, Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur menyediakan 100 meja registrasi. Begitu melihat antusiasme para pemilih, panitia menambah meja registrasi menjadi 400. Alat penyejuk ruangan yang dinyalakan juga ditambah dari dua menjadi delapan unit.

Hingga pukul 18.00 waktu setempat, masih ada kerumunan masyarakat yang ingin menggunakan hak pilihnya. Padahal, pintu masuk WTC sudah ditutup sebagai tanda berakhirnya waktu pemilihan umum. ”Ini memperlihatkan bahwa arus massa yang datang ke TPSLN di Kuala Lumpur memang luar biasa,” ujar Wahyu.

Selama pemilu berlangsung, terdapat sejumlah keluhan. Misalnya, terkait akses internet yang tidak stabil. Registrasi yang rencananya dilakukan dengan perangkat lunak akhirnya harus dilakukan secara manual.

Antusiasme masyarakat yang ingin menggunakan hak pilihnya juga terasa di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Di tempat ini, masyarakat berdesak-desakan menggunakan hak pilihnya. Sebagian bahkan ada yang pingsan dan memutuskan keluar dari antrean karena tidak tahan mengantre terlalu lama. Di antara para pemilih juga ditemukan seseorang yang mengampanyekan calon anggota legislatif tertentu.

Partisipasi Rendah

Berbeda dengan daerah lain, di Singapura justru jumlah pemilih tidak sebanyak pemilu sebelumnya. Di Singapura, jumlah Daftar Pemilih Tetap Luar Negeri (DPTLN) tercatat 106.515 orang. Hingga pukul 17.00 waktu setempat, hanya 28 persen DPTLN yang menggunakan hak pilihnya. Hal ini berbeda dengan Pemilu 2019, di mana partisipasi masyarakat dalam pemilu mencapai 40 persen.

Sekretaris Nasional Jaringan Buruh Migran Savitri Wisnuwardhani mengatakan, minimnya partisipasi disebabkan pemilu berbarengan dengan hari raya Imlek. ”Kesiapan PPLN dan penyebaran surat undangan beragam dan adanya kewajiban memakai sepatu saat masuk ke TPSLN yang berada di kantor KBRI juga membuat banyak pemilih yang kemudian batal menggunakan hak suaranya,” ujarnya.

Di Stockholm, Swedia, pemungutan suara di TPS digelar pada Sabtu (10/2/2024). Momentum ini dijadikan ajang silaturahmi antarsesama warga perantauan Indonesia sambil menikmati aneka makanan minuman khas Indonesia. Tempat pencoblosan menggunakan gedung pertemuan yang berkapasitas cukup besar, yakni Drottninggatan.

Ketua PPLN Stockholm Kiki Rizki dalam siaran persnya, Minggu, mengatakan, format tempat indoor sengaja dipilih agar warga yang datang dari luar kota dapat beristirahat sekaligus memanfaatkan waktu pencoblosan untuk melepas kerinduan dengan kuliner Indonesia.

Di Riyadh, Arab Saudi, antusiasme pemilih tidak pudar meskipun mereka harus mencoblos di tengah udara dingin 13 derajat celsius. Para pemilih bahkan sudah datang sejak pukul 06.45 waktu setempat. ”Kami menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak dalam membantu kelancaran pemilu 2024,” kata Ketua Panitia Pemilihan Luar Negeri Riyadh, Tatang Muhtar.

Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengungkapkan, jalannya pemilu di luar negeri merupakan gambaran demokrasi Indonesia di mata dunia. ”Saya rasa tidak ada negara lain yang menyelenggarakan pemilu semeriah di Indonesia,” ujarnya.

Ia mengapresiasi panitia pelaksana pemilu luar negeri yang telah bekerja keras. Namun, ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan. Misalnya, ketersediaan jumlah petugas untuk menjawab dan memfasilitasi kebutuhan pemilih harus ditingkatkan.

Selain itu, masih ada masalah-masalah administrasi yang muncul, seperti nomor paspor ditemukan tidak sesuai dengan nama pemilih, atau pemilih terdaftar di TPS di Indonesia padahal sudah 20 tahun di luar negeri. Ada pula surat suara yang dikirimkan ke alamat yang salah sehingga pada akhirnya tidak terpakai.

”Banyak hal yang tidak bisa disikapi dengan aturan formal. Perlu progresivitas penyelenggara pemilu dalam merespons realita di lapangan,” ujarnya.

Juma Hardi/ Marikitabaca.id

Sumber:Kompas.com
 



Yuk Bagikan :

Baca Juga