Tim Kampanye Nasional atau TKN Prabowo-Gibran menilai film dokumenter bertajuk Dirty Vote merupakan tindakan pelanggaran hukum. Foto: net
JAKARTA, MARIKITABACA.ID — Tim Kampanye Nasional atau TKN pasangan nomor urut 2, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, menilai film dokumenter bertajuk Dirty Vote sebagai fitnah, sekaligus sebagai bentuk pelanggaran hukum.
Sementara itu, pakar hukum tata negara yang terlibat dalam pembuatan Dirty Vote menyatakan belum melihat ada penjelasan dari bantahan TKN Prabowo-Gibran.
Film karya Dandhy Laksono yang diluncurkan pada Minggu (11/2/2024) sekitar pukul 11.00 itu bertujuan mengedukasi pemilih seputar kecurangan pemilu. Durasi film hampir dua jam dan bisa disaksikan melalui YouTube dari akun Dirty Vote. Film itu melibatkan tiga pakar hukum tata negara, yakni Zainal Arifin Mochtar, Bivitri Susanti, dan Feri Amsari.
Di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Minggu siang, Wakil Komandan Echo (Hukum dan Advokasi) TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, saat konferensi pers merespons Dirty Vote, menyampaikan film itu murni berisi fitnah tak berdasar. Narasi yang dibangun dalam film tersebut bernada asumtif dan tidak mencerminkan kajian ilmiah.
”Di negara demokrasi, semua orang memang bebas menyampaikan pendapat. Namun, perlu kami sampaikan bahwa sebagian besar yang disampaikan film tersebut adalah sesuatu yang bernada fitnah,” ujarnya.
Argumentasi yang disampaikan para pakar, kata Habiburokhman, juga berkesan tendensius untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu. Sebab, tidak ada klarifikasi atau melibatkan pihak yang berkaitan dengan filmnya, misalnya pemerintahan dan peserta pemilu.
Dalam argumentasi Zainal Arifin Mochtar, misalnya, penunjukan 20 penjabat kepala daerah di 20 provinsi yang dikaitkan dengan wilayah yang mencakup lebih dari setengah total pemilih dinilai memiliki maksud politis dan orkestrasi pemenangan salah satu pasangan calon. TKN Prabowo-Gibran menilai, pernyataan itu tidak masuk akal. Lagi pula, penunjukan penjabat kepala daerah merupakan konsekuensi yang sudah disepakati.
Hal yang sama, kata dia, juga berlaku pada pernyataan Bivitri Susanti soal kecurangan luar biasa dalam Pemilu 2024. Habiburokhman menganggap hal itu tidak berdasar karena tidak disebutkan secara spesifik tindakan curang dan proses hukum yang sudah berlangsung.
”Saya, kok, merasa sepertinya ada tendensi, keinginan untuk mendegradasi pemilu dengan narasi yang sangat tidak mendasar. Kami mengingatkan, ketika mereka menyampaikan informasi yang tidak ada dasarnya, terus memenuhi unsur fitnah, maka sudah melanggar hukum,” ujarnya.
Meskipun begitu, TKN Prabowo-Gibran belum menentukan apakah akan menempuh jalur hukum terkait tayangan film Dirty Vote. Mereka bakal memberikan waktu untuk masyarakat menilai maksud di balik film tersebut. Sebab, baik dilaporkan maupun tidak, konsekuensi tetap akan dirasakan oleh pihak yang terlibat dalam film.
Dengan banyaknya fitnah dan argumentasi tidak berdasar, Habiburokhman mempertanyakan tingkat kepakaran para ahli yang terlibat. Ia juga menyinggung secara sarkas kepada Feri Amsari yang belum bergelar doktor sehingga bisa dimaklumi mengapa narasinya tidak berdasar.
Adapun film Dirty Vote menuturkan penggunaan kekuasaan untuk mempertahankan status quo. Berbagai instrumen negara dimanfaatkan untuk kepentingan calon tertentu dengan tujuan memenangi pemilu. Mulai dari pelaksanaan pemilu, praktik nepotisme, hingga ambisi kekuasaan. Hal itu dinilai diwujudkan lewat penentuan penjabat kepala daerah, politisasi bantuan sosial, program keluarga harapan, dan lainnya.
Juma Hardi/Marikitabaca.id
Sumber: Kompas.com