Ilustrasi. Foto: net
MARIKITABACA.ID - Belasan warga negara asing mendatangi Tempat Pemungutan Suara 40, 41, 42, dan 43 Kelurahan Menteng, DKI Jakarta, Rabu (14/2/2024). Sebagian mendekati meja pendaftaran pemilih yang berada di dekat pintu masuk, sebagian lain melihat daftar calon tetap yang ditempel di papan di depan area TPS. Namun, tak ada satu pun yang memasuki TPS untuk mencoblos.
Mereka berbaur dengan calon pemilih yang mengantre untuk menggunakan hak pilihnya di empat TPS di Taman Suropati itu. Dari luar area TPS, para warga negara asing (WNA) itu memperhatikan setiap proses pemungutan suara, mulai dari pendaftaran, pencoblosan, hingga mencelupkan jari ke tinta.
Pemandangan serupa tampak di TPS 911 lokasi khusus yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang. Belasan WNA juga ada di tengah narapidana yang mengantre untuk menggunakan hak pilihnya. Mereka melihat sekitar 2.800 narapidana yang menggunakan hak pilihnya di Pemilu 2024.
Tak hanya saat pemungutan suara, para WNA itu juga ada saat proses penghitungan suara di TPS 901 lokasi khusus di Pamulang, Tangerang Selatan. Mereka melihat dan mendengarkan dengan saksama penghitungan surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden yang sedang berlangsung.
”Kami mengunjungi beberapa TPS, dan kami melihat pengelolaan proses pemungutan dan penghitungan suara yang sangat baik, tidak terburu-buru,” ujar Shaligram Sharma Paudel, Juru Bicara Komisi Pemilihan Umum Nepal.
Paudel merupakan salah satu delegasi yang mengikuti Indonesia Election Visit Program (IEVP) yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Mereka diundang oleh KPU untuk melihat proses pemungutan dan penghitungan suara. Ada 187 peserta yang bergabung, di antaranya KPU dari 16 negara, perwakilan duta besar negara sahabat, lembaga swadaya masyarakat internasional, dan kampus dari luar negeri.
Seluruh delegasi itu diajak melihat proses puncak pemilu di sejumlah TPS di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Para delegasi dibagi menjadi enam kelompok yang masing-masing mengunjungi tiga kawasan TPS. Ada yang mengunjungi TPS di kawasan padat penduduk, lembaga pemasyarakatan, pondok pesantren, ataupun kawasan elite. Adapun sehari sebelum pemungutan suara, delegasi mengikuti seminar dan berkunjung ke kantor KPU.
Menurut Paudel, proses pemungutan dan penghitungan suara di Indonesia sangat baik. Semua orang yang memberikan suara mengantre dengan tertib dan tidak ada keributan meskipun banyak antrean. Pemilih terlihat sangat bersemangat untuk memberikan suaranya di TPS.
Dari hasil berkeliling ke tiga TPS, ia menilai pemilu di Indonesia sangat kompleks. Pemilih harus mencoblos lima jenis surat suara secara bersamaan. Biaya yang dibutuhkan untuk menyelenggarakan pemilu pun cenderung besar. Hal ini berbeda dengan di negaranya yang menyelenggarakan pemilu secara terpisah.
”Tidak hanya pemungutan suara yang rumit, tetapi penghitungan suara pun rumit. Tetapi, Indonesia telah berhasil menyelenggarakannya dengan sangat baik,” ujarnya.
Paling rumit
Anggota KPU, Mochammad Afifuddin, mengatakan, program EVP merupakan aktivitas rutin di setiap pemilu. Tercatat sudah enam kali KPU menyelenggarakan program tersebut. Delegasi yang datang pun cukup antusias mengingat mereka penasaran dengan penyelenggaraan pemilu yang dikenal paling kompleks di dunia.
Melalui kunjungan ke TPS dan seminar, KPU ingin menunjukkan praktik pemilu di Indonesia kepada dunia. Pihaknya berharap anggota KPU dan delegasi dari negara lain mempelajari praktik baik dalam mengelola penyelenggaraan pemilu di Indonesia. Terlebih, pemilih di Indonesia merupakan salah satu yang terbanyak, selain di India dan Amerika Serikat.
”Jadi, ini sifatnya berbagi pengalaman dan tukar pikiran di antara jejaring penyelenggara pemilu dan organisasi yang peduli terhadap pemilu,” kata Afifuddin.
Pengajar Hukum Pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, kompleksitas pemilu di Indonesia jarang terjadi di negara lain. Dari sisi jumlah pemilih, banyaknya partai, dan kandidat yang berkontestasi, pemilu Indonesia menjadi pemilu serentak satu hari terbesar di dunia.
Kombinasi antara keserentakan pileg dan pilpres untuk memilih lima posisi sekaligus dengan sistem pemilu proporsional daftar terbuka untuk DPR dan DPRD membuat pemilu Indonesia juga paling rumit dari sisi teknis. Pemilu yang melibatkan jutaan penyelenggara dan 258.000 lebih kandidat juga hanya ada di Indonesia.
Selain itu, ada 1,2 miliar surat suara yang dicetak sehingga dari sisi manajemen logistik juga sangat rumit. Proses pemungutan dan penghitungan suara yang manual di tengah lanskap geografis yang menantang melahirkan tantangan kerja penyelenggaraan pemilu yang tiada duanya di dunia.
”Dengan kompleksitas itu, tidak ada pemilu di negara lain yang sekolosal dan sebesar pemilu Indonesia. Karena itu, pantas dunia internasional menengok pemilu Indonesia. Angka partisipasinya juga sangat tinggi di tengah aturan memilih yang bersifat sukarela,” kata Titi.
sumber: kompas.com
Iqbal Basyari/Juma Hardi