Jakarta, Marikitabaca.id- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Hadi Tjahjanto, menyatakan komitmen pemerintah untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi terkait pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada November 2024. Pemerintah menganggap putusan tersebut penting dan akan mengikutinya.
"Hal ini terkait dengan tanggal 27 November 2024 sebagai keputusan MK mengenai pelaksanaan pilkada. Pemerintah akan menghormati dan melaksanakan putusan tersebut," ujar Hadi setelah bertemu dengan Majelis Ulama Indonesia di Jakarta pada Selasa (5/3/2024).
Ketika ditanya lebih lanjut, Hadi menegaskan bahwa pemerintah akan taat dan melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi dengan sungguh-sungguh.
Staf Khusus Kementerian Dalam Negeri, Kastorius Sinaga, menegaskan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) secara otomatis menghapuskan usulan DPR yang menginginkan percepatan pelaksanaan Pilkada Serentak 2024 menjadi bulan September 2024. Hal ini dikarenakan putusan MK memerintahkan agar pelaksanaan pilkada tetap dilakukan pada bulan November, untuk menghindari tumpang tindih antara tahapan krusial pilkada dan tahapan Pemilu 2024 yang belum selesai.
"Iya, benar. Wacana atau rencana untuk mempercepat pelaksanaan pilkada secara otomatis tidak berlaku lagi sesuai dengan putusan MK Nomor 12/PPU-XXI/2024 tersebut," ungkap Kastorius seperti dilaporkan oleh Kompas.com pada tanggal 1 Maret 2024.
Kastorius menjelaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat, sehingga Kementerian Dalam Negeri harus mematuhinya.
"Tidak ada upaya hukum lain yang dapat dilakukan terhadap putusan MK ini. Oleh karena itu, skenario waktu pelaksanaan pilkada akan mengikuti ketentuan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 201 Ayat (8), yaitu pada bulan November 2024," tambah Kastorius.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Herman N Suparman, menyatakan pendapatnya mengenai dinamika proses penghitungan hasil Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg) yang masih berlangsung. Menurutnya, masih terdapat residu-residu, seperti kekacauan dalam Sistem Rekapitulasi Suara Pemilu (Sirekap) dan beberapa masalah teknis lain yang dihadapi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Oleh karena itu, keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menetapkan pelaksanaan Pilkada pada bulan November dianggap tepat.
"Hal ini disebabkan jika dipaksakan untuk tetap dilaksanakan pada bulan September, akan mengganggu persiapan dari KPU dan seluruh jajaran di bawahnya. Kami tidak ingin tahapan pilkada dijalankan secara tergesa-gesa yang kemudian dapat mengorbankan proses pelaksanaan pilkada itu sendiri," jelas Herman.
Herman menambahkan bahwa selain putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/ 2024, saat ini MK juga sedang menghadapi gugatan dari beberapa kepala daerah hasil Pilkada Serentak 2020 yang dilantik pada tahun 2021. Mereka mengajukan gugatan terkait masa jabatan kepala daerah kepada MK.
Dalam tuntutannya, mereka berharap agar masa jabatan kepala daerah diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Artinya, jika gugatan tersebut dikabulkan, akan ada sejumlah kepala daerah yang akan menjabat hingga tahun 2025 bahkan 2026.
"Hal ini berarti kita masih harus menunggu dan melihat hasil putusan MK selanjutnya. Namun, karena Menko Polhukam telah menyatakan bahwa pilkada akan tetap dilaksanakan pada bulan November, semoga KPU dapat mempersiapkan dengan matang sehingga pelaksanaan pilkada dapat berjalan dengan baik, baik dari segi sistem maupun proses pemilihan," ujar Herman.
Sebelumnya, dalam pertimbangan putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa mengubah jadwal pelaksanaan pilkada dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan pilkada serentak.
"Hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh menyatakan bahwa mengubah jadwal tersebut dapat mengganggu dan mengancam konstitusionalitas penyelenggaraan pilkada serentak," kata Daniel saat membacakan pertimbangan putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024 di Gedung MK, Jakarta, pada Kamis (29/2/2024).
Penulis: Oyeng Lohengrin
Sumber: Kompas.com