JAKARTA, MARIKITABACA.ID - Kehadiran Ratu Ngadu Bonu Wulla, calon anggota legislatif dari Partai Nasdem, yang secara tiba-tiba mundur selama tahapan rekapitulasi nasional tanpa penjelasan yang terbuka, transparan, dan akuntabel, serta tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada publik, dinilai sebagai tindakan yang merugikan dan mengecewakan suara rakyat. Masyarakat atau konstituen seharusnya mempertimbangkan untuk tidak lagi memberikan dukungan kepada politisi semacam itu di masa mendatang.
Ini karena, pemilih yang memberikan suaranya kepada Ratu Ngadu Bonu di tempat pemungutan suara, berharap untuk mendukungnya, bukan menggantikannya dengan calon lain seperti Viktor Laiskodat, yang akan mengisi posisi jika Ratu mundur, bahkan jika calon tersebut memiliki jumlah suara lebih kecil. Penilaian ini disampaikan oleh Titi Anggraini, seorang pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, dalam tanggapannya terhadap keputusan mundurnya Ratu Ngadu Bonu Wulla dari caleg Nasdem kepada KPU pada Rabu (13/3/2024).
Menurut Titi, seorang calon yang terpilih memiliki kemungkinan untuk mengundurkan diri dari posisinya setelah pemilu. Dalam proses selanjutnya, penggantian akan dilakukan oleh calon anggota legislatif yang memperoleh suara terbanyak setelahnya.
"Aturan dalam Undang-Undang Pemilu maupun Peraturan KPU tidak secara spesifik mengatur alasan yang dapat membenarkan pengunduran diri seorang calon anggota legislatif. Ini termasuk untuk melakukan pemeriksaan dan klarifikasi apakah pengunduran diri tersebut murni berasal dari kehendak pribadi sang caleg atau karena adanya pengaruh eksternal dari lembaga partai politik," ujar Titi.
Sebelumnya, surat pengunduran diri dari Ratu Wulla diterima oleh anggota KPU, August Mellaz, saat memimpin rapat pleno terbuka untuk rekapitulasi penghitungan suara nasional di Daerah Pemilihan II NTT pada Selasa (12/3/2024). Mundurnya Ratu Wulla ini membuka peluang bagi caleg Nasdem lainnya yang meraih suara terbanyak berikutnya, yaitu mantan Gubernur NTT, Viktor Laiskodat, untuk maju ke Senayan.
Berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, Ratu Ngadu Bonu Wulla, caleg nomor urut 5 Daerah Pemilihan II NTT, berhasil memperoleh 76.331 suara. Dia unggul atas caleg nomor urut 1 dari Partai Nasdem, Viktor Laiskodat, mantan Gubernur NTT, yang mendapatkan 65.359 suara dukungan.
Titi menjelaskan bahwa pengunduran diri seorang caleg pada tahap rekapitulasi nasional yang telah berlangsung tanpa disertai alasan yang jelas, transparan, dan terang benderang, dapat dianggap sebagai pengumpul suara partai semata. Suara yang diperolehnya seolah-olah tidak digunakan untuk mewakili aspirasi warga yang telah memilihnya di tempat pemungutan suara.
Oleh karena itu, lanjut Titi, masyarakat atau konstituen seharusnya mempertimbangkan untuk tidak memilih politisi seperti Ratu Ngadu Bonu Wulla. Karena dengan tindakan tersebut, suara rakyat dianggap tak berharga dan mandat yang diberikan oleh rakyat terasa seperti dimainkan tanpa mempertimbangkan aspirasi yang sebenarnya terkandung di dalamnya. "Hal ini menciptakan preseden yang sangat buruk," tambahnya.
Meskipun Ratu Ngadu Bonu Wulla mengundurkan diri, suara yang diperolehnya tetap dihitung sebagai bagian dari total suara sah partai, dan posisinya sebagai caleg terpilih akan digantikan oleh caleg dari Partai Nasdem dengan jumlah suara terbanyak berikutnya. Dengan demikian, Viktor Laiskodat memiliki potensi untuk menggantikan Ratu Ngadu Wulla dan menduduki kursi DPR.
"KPU kemudian akan menetapkan Viktor Laiskodat sebagai caleg terpilih mengikuti pengunduran diri Ratu Wulla, dan dia akan dilantik sebagai anggota DPR untuk periode 2024-2029," ungkap Titi.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Partai Nasdem, Hermawi Taslim, enggan menjelaskan alasan di balik pengunduran diri Ratu Ngadu Bonu Wulla dari daftar calon anggota legislatif DPR untuk periode 2024-2029. Menurutnya, penjelasan mengenai hal tersebut seharusnya datang dari Ratu Wulla sendiri, karena Partai Nasdem hanya bertanggung jawab atas surat pengantar pengunduran diri tersebut.
"Jadi, kami (Partai Nasdem) hanya menyampaikan aspirasi Ibu Ratu. Kalau ingin mengetahui isi suratnya, silakan tanyakan ke KPU. Karena surat itu milik orang, saya tidak bisa mengungkapkannya kepada orang lain, itu tidak etis," ujar Hermawi seperti yang dilaporkan oleh Kompas.com pada tanggal 13 Maret 2024.
Oyeng Lohengrin