Internal Partai Usulkan Jokowi Pimpin Golkar

Senin, 18 Maret 2024 10:32 WIB | 138 kali
Internal Partai Usulkan Jokowi Pimpin Golkar

Presiden Jokowi Buka Munas X Partai Golkar. Foto: presiden.go.id

MARIKITABACA.ID - Wacana untuk menjadikan Presiden Joko Widodo sebagai Ketua Umum Partai Golkar muncul dari kalangan internal partai dan telah disuarakan oleh sejumlah kader partai tersebut. Meskipun Jokowi masih berstatus sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), namun dia dianggap bagian dari Golkar karena sebelumnya pernah memimpin asosiasi pengusaha di bawah naungan Golkar pada masa Orde Baru. Karakter kepemimpinan Jokowi selama dua periode pemerintahan juga dianggap merepresentasikan konsep karya kekaryaan yang merupakan doktrin utama dari Golkar.

Usulan untuk Jokowi menggantikan Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum Partai Golkar untuk periode 2024-2029 telah diajukan oleh anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Ridwan Hisjam. Menurut Ridwan, Jokowi memenuhi kriteria untuk memimpin partai tersebut karena rekam jejaknya yang dianggap mencerminkan ideologi karya kekaryaan yang menjadi landasan Golkar.

Bukti dari pandangan tersebut bisa dilihat dari penamaan Kabinet Kerja pada periode pertama kepemimpinannya. Selain itu, pada periode kedua pemerintahannya, Jokowi juga menunjuk beberapa kader Golkar sebagai menteri koordinator. Ridwan menunjukkan bahwa Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan, merupakan Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar, sementara Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, adalah Ketua Umum Partai Golkar.

Ridwan Hisjam mengusulkan agar Jokowi menjadi calon ketua umum Partai Golkar. Namun, dia menyadari bahwa usulan tersebut rentan mendapat protes karena dianggap bertentangan dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai. Menurut AD/ART Partai Golkar, syarat menjadi ketua umum antara lain adalah pernah menjadi pengurus Golkar tingkat pusat atau organisasi pendiri atau yang didirikan Golkar setidaknya satu periode, serta didukung oleh minimal 30 persen dari pemilik suara. Selain itu, calon ketua umum harus aktif sebagai anggota Partai Golkar setidaknya selama lima tahun dan tidak pernah menjadi anggota partai politik lain. Calon ketua umum juga harus memiliki pengalaman mengikuti pendidikan dan pelatihan kader Golkar.

Ridwan berpendapat bahwa AD/ART Partai Golkar tidak bisa hanya dilihat secara tekstual, tetapi juga harus diinterpretasikan secara komprehensif sesuai dengan sejarah Golkar. Menurutnya, Golkar bukan hanya partai politik yang didirikan pada tahun 1999, tetapi juga organisasi yang sudah ada sejak 1971 dan bahkan memiliki sekretariat bersama sejak tahun 1964. Oleh karena itu, orang-orang yang pernah menjadi bagian dari Golkar pada setiap periode dianggap sebagai kader Golkar.

Ridwan menyebutkan bahwa Jokowi pernah menjadi Ketua Asosiasi Mebel Indonesia Solo Raya pada periode 1997-2002. Menurutnya, mayoritas pengusaha pada masa Orde Baru yang menjadi pimpinan asosiasi diyakini sebagai kader Golkar.

Terkait status Jokowi sebagai kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Ridwan berpendapat bahwa hal itu seharusnya tidak menjadi masalah karena Jokowi diketahui menjadi kader partai tersebut untuk menjadi pemimpin eksekutif. Setelah menyelesaikan masa jabatannya, Jokowi dapat tidak lagi memiliki status sebagai kader PDI-P. Ridwan juga mencatat bahwa syarat menjadi pengurus DPP Golkar tidak selalu dipenuhi oleh para ketua umum sebelumnya, seperti Jusuf Kalla dan Aburizal Bakrie.

Ridwan mengakui bahwa usulan tersebut belum dia komunikasikan dengan para pemilik suara dalam pemilihan ketua umum yang akan datang. Namun, ia menegaskan bahwa para pengurus Golkar di daerah umumnya juga memiliki latar belakang yang sama dengan Jokowi dalam sejarah partai tersebut.

Menurut Ridwan, penting bagi Partai Golkar untuk mengganti Ketua Umum, meskipun Airlangga telah membawa kenaikan suara dan kursi Golkar pada Pemilu 2024. Berdasarkan pengalaman ketua-ketua umum sebelumnya, tidak ada yang berhasil menjabat dua periode berturut-turut berdasarkan hasil pemilihan. Contohnya, Akbar Tandjung tidak terpilih kembali saat mencalonkan diri pada Munas 2004. Ridwan juga menambahkan bahwa kebiasaan di Partai Golkar tidak mendukung penjabat dua periode berturut-turut, sebagaimana terjadi pada Airlangga yang telah menjabat sebelumnya untuk menggantikan Setya Novanto yang terlibat dalam kasus korupsi

Ridwan menekankan bahwa Golkar sebagai partai yang terbuka memiliki banyak kader yang mumpuni, sehingga pemilihan ketua umum harus dilakukan secara demokratis untuk memunculkan kader-kader baru yang dapat mengikuti perubahan situasi politik yang akan datang.

Menurut Ridwan, saat ini ada beberapa kader potensial yang dapat menjadi pengganti Airlangga. Mereka antara lain adalah Ketua MPR Bambang Soesatyo, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.

Selain itu, jika mengacu pada definisi Golkar di masa Orde Baru, anggota TNI juga dianggap sebagai bagian dari Golkar. Beberapa purnawirawan juga dianggap layak untuk memimpin Golkar. "Mereka termasuk Menko Polhukam Hadi Tjahjanto dan mantan KSAD Dudung Abdurahman," kata Ridwan.

Di sisi lain, Airlangga mendapat dukungan dari para Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I tingkat provinsi, yang merupakan bagian dari pemilik suara dalam pemilihan Ketua Umum Golkar. Ketua DPD Golkar Nusa Tenggara Timur, Melkiades Laka Lena, menyatakan bahwa dukungan kepada Airlangga agar kembali menjadi Ketua Umum Partai Golkar periode 2024-2029 disampaikan dalam acara "Buka Puasa Bersama dan Silaturahmi Bersama DPD Partai Golkar Se-Indonesia" di Bali, Jumat (15/3/2024) lalu.

Acara tersebut dihadiri oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, jajaran Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Golkar, semua Ketua DPD I (tingkat provinsi), sebagian Ketua DPD II (tingkat kabupaten/kota), dan beberapa politisi senior Golkar. Politisi senior yang hadir termasuk Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, mantan Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie, dan Ketua Dewan Etik Golkar Mohammad Hatta.

"Alasan utama yang mendasari dukungan dari DPD I dan II se-Indonesia, serta kehadiran Pak Luhut, Pak Aburizal, dan Kang Hatta kemarin, adalah bahwa Pak Airlangga dinilai mampu menjadi konduktor aransemen semua potensi partai ini dengan baik," kata Melki.

Dia menambahkan bahwa di bawah kepemimpinan Airlangga, Golkar berhasil memenangkan pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (cawapres) yang diusung pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, yaitu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Selain itu, perolehan suara Golkar pada pemilihan anggota legislatif (pileg) juga meningkat dibandingkan dengan Pileg 2019.

Melki tidak menutup kemungkinan bahwa dalam pertemuan para pengurus Golkar itu, terdapat wacana untuk memilih Airlangga secara aklamasi. Ini karena jika semua pemilik suara dalam pemilihan ketua umum sudah sepakat, maka Airlangga sudah terpilih secara aklamasi. Namun, ia memastikan bahwa pemilihan ketua umum akan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ada dalam AD/ART partai.

Berdasarkan Pasal 70 AD/ART Partai Golkar hasil Keputusan Musyawarah Nasional (Munas) 2019, disebutkan bahwa pemilihan Ketua Umum DPP, Ketua DPD Provinsi, Ketua DPD Kabupaten/Kota, Ketua Pimpinan Kecamatan, dan Ketua Pimpinan Desa/Kelurahan dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah. Pemilihan tersebut dilaksanakan melalui tahapan penjaringan, pencalonan, dan pemilihan.

Meskipun Airlangga telah mendapatkan dukungan dari Ketua DPD I dan II se-Indonesia, Melki menegaskan bahwa tidak ada kemungkinan penyelenggaraan musyawarah nasional (munas) akan dipercepat. Hal ini termasuk kesepakatan yang telah disepakati dalam pertemuan di Bali pada Jumat lalu. "Kesepakatan kemarin adalah munas tetap dilaksanakan pada bulan Desember," ujarnya.

Ace Hasan Syadzily, Ketua DPD Golkar Jawa Barat, menyatakan bahwa Munas Golkar direncanakan akan diselenggarakan pada bulan Desember 2024. Meskipun ada kepentingan untuk memenangkan Airlangga dengan lebih cepat, tetapi ketentuan yang ada dalam AD/ART harus tetap dihormati.

"Partai Golkar sangat menginginkan stabilitas dan kesatuan partai untuk memastikan keberhasilan dalam pemilihan kepala daerah ini, seperti yang terjadi dalam pileg dan pilpres," kata Ace.

Oyeng Lohengrin



Yuk Bagikan :

Baca Juga