Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kota Pangkalpinang Pangkalpinang, Bangun Jaya selaku pelapor mengatakan, meminta kepada majelis hakim yang bertugas bisa mengeluarkan keputusan yang sesuai dengan ketentuan dan hati nurani/foto: Dion
PANGKALPINANG, MARIKITABACA.ID - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang terkait pelanggaran kode etik yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pangkalpinang, sidang yang dimulai pukul 09.00 WIB, bertempat di Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel). Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua Muhammad Tio Aliansyah beranggotakan EM Osykar, Iskandar dan Deni.
Dalam sidang ini, Majelis Hakim selain memanggil Ketua dan Anggota KPU Pangkalpinang turut menghadirkan tujuh orang saksi yang merupakan Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK).
Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Kota Pangkalpinang Pangkalpinang, Bangun Jaya selaku pelapor kepada wartawan usai persidangan mengatakan, meminta kepada majelis hakim yang bertugas bisa mengeluarkan keputusan yang sesuai dengan ketentuan dan hati nurani.
“Saya berharap majelis hakim persidangan memberikan keputusan seadil-adilnya, bukan memberikan keputusan karena kepentingan ataupun pesanan," kata Bangun Jaya, Senin, 20 Mei 2024 kemarin.
"Dalam persidangan tadi banyak kejanggalan, karena salah satu saksi sudah memberikan keterangan tertulis, tapi diubah saat sidang ini," ujarnya.
Bangun Jaya menjelaskan pihaknya melihat banyak kejanggalan di persidangan mulai dari saksi, pada hal ia sendiri membuat laporan dan langsung di tandatangani dirinya sendiri, tapi dalam persidangan mengaku tidak mengetahuinya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Bangun Jaya, yakni Jhohan Adhi Ferdian juga menyampaikan hal senada, setelah mengikuti jalannya persidangan hampir sekitar 4 jam tersebut.
"Dalam persidangan sangat banyak kejanggalan, lantaran ada beberapa surat yang kami anggap aneh," jelas Jhohan.
"Surat yang kami anggap janggal, ada tanda tangan tidak ada stempel, dan indikasinya asli tapi palsu (Aspal) atau palsu," ujarnya.
Selain itu diakuinya ada juga keterangan dari tiga saksi dari PPK yang dianggap akan memperkuat dalil yang diadukan, namun tiba-tiba dipecat atau tidak lagi terpilih sebagai PPK.
"Kami tidak tahu, tiga saksi dari PPK yang kami anggap akan menguatkan kami, malah sudah tidak terpilih lagi," terang Jhohan.
"Apakah mereka benar-benar tidak lolos pas pemilihan PPK kemarin atau bagaimana ya, karena kami tidak tahu hasilnya seperti apa," sesalnya.
Menurut Jhohan, pihaknya akan diberi waktu kewenangan oleh majelis hakim tiga hari untuk menyampaikan kesimpulan.
"Nanti kami akan kirim kesimpulan sesuai agenda yang diberikan DKPP dengan waktu tiga hari sampai Kamis nanti, dan akan kami susun kesimpulan itu," tukasnya.
Ini Tanggapan Ketua KPU Kota dan Provinsi
Persidangan terkait Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) Perkara Nomor 58-PKE-DKPP/IV/2024 atas laporan Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Bangun Jaya yang memberikan kuasa kepada Jhohan Adhi Ferdian.
Dalam laporan tersebut, ia mengadukan Sobarian, Margarita, Tri Pertiwi, Muhammad dan Ridho Istira yang merupakan Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pangkalpinang sebagai Teradu 1 - 5, selain itu Bangun Jaya juga mengadukan Ketua KPU Provinsi Babel, Husin sebagai Teradu 6.
Teradu 1 sampai 5 didalilkan menerbitkan Surat Keputusan (SK) KPU Nomor 174 Tahun 2024 tentang Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam Pemilu tahun 2024 untuk tiga Tempat Pemungutan Suara (TPS) di Kecamatan Bukit Intan, yang diduga cacat secara hukum, administrasi dan etik.
Sedangkan Teradu 6 didalilkan melakukan intervensi kepada Panitia Pemungutan Suara (PPS) Bukit Intan untuk melakukan PSU sesuai dengan Keputusan KPU Nomor 174 Tahun 2024 yang dikeluarkan oleh Teradu 1 sampai 5.
Menanggapi hal itu, Ketua KPU Kota Pangkalpinang, Sobarian menjelaskan penetapan keputusan setelah rapat internal untuk dilakukannya PSU tersebut semata-mata mempersiapkan logistik dari KPU provinsi.
"Panwascam dan PPK mengatakan tidak ada temuan, kami berhak tidak melakukan PSU tersebut. Sebab sudah ada temuan-temuan yang disampaikan Adhok yang bersedia menjanji saksi," kata Sobarian.
Lalu apabila sanksi yang dikeluarkan DKPP sesuai dengan tuntutan dari pelapor supaya dipecat, Sobarian mengakui menyerahkan semuanya kepada majelis hakim, untuk menetapkan sebijak-bijaknya dan seadil-adilnya.
Ada selentingan kabar, bahwa KPU diintevensi dari partai tertentu? Hal itu langsung dibantah Sobarian.
"Tidak ada itu, suara rakyat itu seutuhnya milik rakyat, bukan KPU," tegasnya.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Babel, Husin menanggapi hal ini dalam kasus ini sebagai teradu 6 menyangkut kehadiran dalam penetapan PSU.
"Kami punya wewenang memiliki kewajiban memonitor dan supervisi, supaya bisa mengetahui jelas keadaannya, tapi tidak memiliki kewenangan memutuskan itu," tukas Husin.
"Jika saya dikatakan melampaui kewenangan, saya juga bingung. Karena dari supervisi itu kami hanya sekedar mempersiapkan logistik saja," pungkasnya.
Penulis: Dion