Foto: Charles Francis Feeney. (Dok Facebook/Charles Francis Feeney)
JAKARTA, MARIKITABACA.ID - Bagi seseorang yang telah mencapai puncak kesuksesannya, mengumpulkan kekayaan bukanlah tujuan utama. Charles Francis Feeney atau Chuck Feeney, sebagai contoh, setelah sukses sebagai pengusaha, kini hidup dengan bahagia.
Chuck Feeney memiliki rumah di San Francisco dan telah melakukan perjalanan ke puluhan negara di dunia. Suatu hari, Chuck memutuskan untuk mengejar kegiatan yang belum pernah dia lakukan sebelumnya, yakni beramal atau terlibat dalam kegiatan filantropis. "Tidak ada alasan untuk menunda amal. Kegiatan ini bisa memberikan kita tujuan yang bermanfaat. Lebih baik beramal saat masih hidup daripada setelah meninggal," katanya kepada Forbes.
Dorongan inilah yang mendorongnya untuk mendirikan organisasi Atlantic Philanthropies pada tahun 1982. Organisasi ini didirikan untuk mendistribusikan kekayaannya untuk kepentingan positif di berbagai proyek internasional, khususnya di sektor kesehatan, pendidikan, rekonsiliasi, dan hak asasi manusia.
Chuck Feeney tidak seperti kebanyakan orang kaya yang suka memamerkan kegiatan amalnya. Ia melakukan ini secara diam-diam. Selama 15 tahun pertama, yayasan tersebut beroperasi tanpa diketahui banyak orang. Tidak banyak yang mengetahui bahwa ada yayasan bernama Atlantic Philanthropies yang didanai oleh Chuck.
Tidak heran, selama periode tersebut, ia dijuluki sebagai 'James Bond of Philanthropy' sebelum identitasnya terungkap pada tahun 1997. Setelah publik mengetahuinya, dunia terkejut. Mereka baru menyadari bahwa yayasan misterius yang mendanai banyak aksi kemanusiaan di Vietnam dan beberapa negara Afrika adalah milik Chuck Feeney.
Menurut BBC International, pengusaha asal Amerika ini telah menyumbangkan hampir US$ 9 miliar (Rp 134 triliun) di seluruh dunia melalui yayasan pribadinya, Filantropi Atlantik. Chuck juga telah memberikan sumbangan senilai US$ 570 juta (Rp 8,5 triliun) ke Irlandia Utara selama empat dekade.
Meskipun identitasnya sudah terbongkar, Chuck justru semakin intensif dalam kegiatan filantropis dan menjadi tokoh utama dalam hal ini. Sejak abad ke-21, ia secara resmi meluncurkan kampanye Giving While Living. Kampanye ini mendorong orang-orang kaya untuk berdonasi saat mereka masih hidup karena dapat memberikan kepuasan yang luar biasa melihat perubahan yang mereka buat untuk dunia.
Forbes melaporkan bahwa ia telah beramal sebesar US$ 3,7 miliar di sektor pendidikan, US$ 870 juta di bidang HAM dan perubahan sosial, serta US$ 350 juta untuk mengubah Pulau Roosevelt di New York menjadi pusat teknologi. Selain itu, ia juga menyumbangkan US$ 270 juta untuk meningkatkan kesehatan publik di Vietnam.
Jika dihitung sejak awal ia memulai kegiatan dermawannya, Chuck telah mengeluarkan lebih dari US$ 10 miliar atau setara dengan 130 triliun rupiah. Angka ini 375.000% lebih besar daripada aset yang dimilikinya saat ini.
Total sumbangan yang besar tersebut membuatnya menyatakan dirinya telah jatuh miskin pada akhir 2020, meskipun dengan cara yang terhormat dan penuh kepuasan.
Akhirnya, semangat yang dimiliki Chuck telah menjadi inspirasi bagi banyak orang kaya di seluruh dunia untuk menyumbangkan sebagian kekayaan mereka selama hidup mereka atau melalui wasiat. The Guardian melaporkan bahwa berkat pengaruh Chuck, lebih dari 200 orang kaya telah aktif dalam kegiatan amal, termasuk Bill Gates, Mark Zuckerberg, dan Jeff Bezos.
Sumber: cnbcindonesia.com