Ilustrasi. Simak cara Muhammadiyah menentukan awal bulan hijriah. (iStockphoto)
JAKARTA, MARIKITABACA.ID -- Muhammadiyah mengadopsi metode full hisab atau perhitungan astronomis dalam menentukan awal Ramadhan, dengan memperhatikan kondisi hilal atau bulan baru yang memenuhi kriteria Pemerintah dan Nahdlatul Ulama. Hal ini sering menyebabkan perbedaan dalam penetapan awal Ramadhan hingga Idulfitri. Sebelumnya, Muhammadiyah menetapkan awal Ramadhan 1445 Hijriah dimulai pada Senin (11/3), yang kemungkinan akan berbeda dengan ketetapan Pemerintah dan PBNU.
Dalam sebuah konferensi pers pada bulan Januari, Pengurus Pusat Muhammadiyah menjelaskan bahwa penetapan tersebut didasarkan pada hisab hakiki wujudul hilal yang dipedomani oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah. Berdasarkan hasil perhitungan (hisab), bulan terhitung berada di atas ufuk saat matahari terbenam di Yogyakarta pada tanggal 10 Maret, menunjukkan bahwa hilal sudah wujud.
Muhammadiyah menggunakan metode hisab hakiki wujudul hilal dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal. Metode ini mengacu pada gerak faktual Bulan di langit untuk menentukan awal dan akhir bulan kamariah (berdasarkan peredaran Bulan) berdasarkan posisi atau perjalanan Bulan di langit. Metode ini dipilih karena perhitungannya harus akurat sesuai dengan kondisi Bulan dan Matahari pada saat itu.
Syarat-syarat untuk hisab hakiki wujudul hilal termasuk bahwa Matahari harus terbenam lebih dahulu daripada Bulan, meskipun hanya berjarak satu menit atau kurang. Muhammadiyah mendasarkan ide ini pada pakar falak Muhammadiyah, Wardan Diponingrat, serta merujuk pada QS. Yasin ayat 39-40, hadis, dan konsep fikih lainnya yang dibantu oleh ilmu astronomi.
Muhammadiyah menetapkan bahwa bulan kamariah baru dimulai apabila pada hari ke-29 berjalan, saat Matahari terbenam, terpenuhi tiga syarat secara kumulatif: terjadi ijtimak (konjungsi), ijtimak terjadi sebelum Matahari terbenam, dan pada saat Matahari terbenam, Bulan masih berada di atas ufuk. Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi, bulan baru dimulai pada hari ke-30.
Muhammadiyah menolak metode imkanur rukyat yang menggunakan visibilitas hilal atau Bulan sabit tipis sebagai penanda awal bulan hijriah atau kamariah, termasuk Ramadhan. Mereka berpendapat bahwa posisi geometris Matahari, Bumi, dan Bulan yang menjadi patokan, bukan penampakan hilal. Muhammadiyah tidak menggunakan metode imkanur rukyat karena perbedaan pemahaman mengenai syarat hilal.
Dengan demikian, bagi Muhammadiyah, hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal memberikan kepastian yang lebih baik dibandingkan dengan metode imkanur rukyat.
Sumber: cnnindonesia.com