Ahli Bicara Potensi AI Buat Tangkal Serangan Hacker

Senin, 19 Februari 2024 11:06 WIB | 40 kali
Ahli Bicara Potensi AI Buat Tangkal Serangan Hacker

Ilustrasi. AI diklaim bisa merespons serangan hacker. (Foto: REUTERS/DADO RUVIC)

JAKARTA, MARIKITABACA.ID - Perusahaan keamanan siber global Palo Alto Networks mengungkap kecerdasan buatan (AI) ternyata dapat menjadi metode yang efektif untuk menangkal serangan siber dari para hacker.

Adi Rusli, Country Manager, Palo Alto Networks Indonesia menyebut integrasi AI menjadi langkah penting selanjutnya untuk organisasi atau perusahaan.

"Fokus yang lebih besar terhadap otomatisasi proses keamanan siber yang sudah dijalankan juga sangat penting untuk memupuk ketangguhan dan tingkat keyakinan untuk menghadapi serangan siber," kata Adi dalam keterangannya, Selasa (19/9).

Merujuk laporan State of Cybersecurity ASEAN 2023, pengintegrasian AI menjadi salah satu jenis tren teknologi yang paling banyak diadopsi oleh banyak organisasi di kawasan.

Terlebih, organisasi yang bergerak di bidang telekomunikasi, teknologi, dan komunikasi, 70 persen di antaranya mempertimbangkan mengintegrasikan AI.

Ia menjelaskan langkah integrasi keamanan siber dengan AI untuk merespons pelaku kejahatan siber yang terus mengembangkan strategi penyerangan.

Lebih lanjut ia menjelaskan peningkatan serangan siber di organisasi terjadi di tiga sektor.

Di antaranya, aktivitas transaksi digital yang melibatkan pihak ketiga sebanyak 58 persen, ancaman dari perangkat IoT yang tidak terpantau 49 peren, serta ketergantungan pada layanan dan aplikasi yang berbasis cloud 48 persen.

Ketiga sektor itu baru-baru ini diidentifikasi sebagai tiga jenis tantangan keamanan siber yang paling sering dihadapi oleh perusahaan dan organisasi di Indonesia.

Kendati demikian, tercatat lebih dari 53 persen dari perusahaan di Indonesia menyatakan keamanan siber menjadi topik yang kerap dibahas di tingkat dewan direksi setiap kuartal dan menjadi agenda utama bagi sebagian besar dewan direksi.

Imbasnya, sebanyak 63 persen organisasi di Indonesia meningkatkan anggaran mereka untuk keamanan siber pada tahun 2023.

Terlebih lagi, sebanyak 30 persen organisasi di Indonesia mencatat peningkatan anggaran hingga lebih dari 50 persen untuk tahun 2023.

"Jika dibandingkan dengan tahun 2022, peningkatan ini merupakan suatu tren yang sangat positif karena semakin banyak organisasi yang berupaya mendongkrak kemampuan menghadapi ancaman keamanan siber," kata dia.

Efektivitas kata pakar

Sejumlah pakar sebelumnya menyatakan bahwa AI bisa menjadi solusi menangani masalah serangan siber, termasuk kebocoran data. Namun, yang jadi masalah adalah seberapa efektif penggunaan AI untuk melakukan itu semua.

Deputy of Operation CSIRT.id Muhammad Salahuddien Manggalany mengatakan AI bisa saja digunakan untuk mencegah kebocoran data, tapi hanya bisa digunakan untuk meningkatkan kemampuan keamanan proteksi.

"Kala dari sisi defense, protection, AI itu merupakan enhancement. Setelah ada security, baru di-enhance security-nya dengan AI, sehingga ada otomatisasi, ada kecerdasan yang melebihi dari keterbatasan manusia," kata Salahuddien beberapa waktu lalu

Salahuddien menjelaskan, tanpa sistem keamanan, kecerdasan buatan tidak akan bisa mencegah kebocoran data. Tidak hanya itu, kemampuan sistem keamanan juga harus ditingkatkan agar ada keamanan bertingkat.

"Jadi tetap security-nya harus kita jalanin dulu, secara bertingkat. Mulai dari end point security-nya, network, services system, semua. 7 layer itu harus dijalananin dulu security-nya, baru kita bisa exercise AI untuk membantu kita dalam hal itu," ungkap dia.

Menurut Salahuddien penggunaan AI untuk mencegah kebocoran data sudah dilakukan beberapa perusahaan. Namun, penggunaan AI itu baru sebatas untuk melakukan analisa traffic.

Namun, Ketua Forum Keamanan Siber dan Informasi (FORMASI) Gildas Arvin Deograt mengaku pesimistis AI dapat mencegah kebocoran data, bahkan sampai 10 tahun depan. Apalagi saat ini menurutnya sudah lebih dari 80 persen traffic di internet terenkripsi.

"Mungkin sampai 10 tahun ke depan saya masih pesimis, kalau kita lihat substansinya. Contoh, sekarang kan bisa dibilang sudah lebih dari 80 persen traffic di internet itu kan encrypted," kata Gildas.

Di sisi lain, tren penjahat siber menurutnya saat ini juga sudah bergeser tidak lagi menyerang level infrastruktur, tapi lebih kepada content level.

(can/dmi)

Sumber: cnnindonesia.com



Yuk Bagikan :

Baca Juga

11 Orang Unggulan Itu Lolos!
Kamis, 11 Juli 2024 19:05 WIB
Tiga Dosen UBB Dapat Hak Paten
Rabu, 03 Juli 2024 23:36 WIB